JurnalPost.com – Dalam kehidupan ini banyak sekali orang yang belum mengetahui bagaimana cara menghadapi satu sama lain, terutama kedua kelompok orang tersebut. Yang pertama adalah seorang penjudi dan yang kedua adalah seorang fanatik politik. Mengapa orang-orang ini begitu fanatik terhadap politik padahal segala sesuatu yang berlebihan hanya membawa dampak buruk seperti kebodohan.
Apakah fanatisme politik bisa disebut kebodohan? Sebelum melangkah lebih jauh, kita harus memahami terlebih dahulu apa itu fanatisme politik. Fanatisme politik merupakan keyakinan berlebihan seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan politik. Hal ini mengacu pada obsesi dan loyalitas yang sangat kuat terhadap suatu ideologi, partai politik, atau tokoh politik. Fanatisme politik dapat berdampak signifikan terhadap masyarakat dan sistem politik. Banyak orang yang menjadi fanatik politik mendefinisikan identitasnya berdasarkan pandangan politiknya dan seringkali menolak pandangan yang berlawanan.
Fanatisme politik disebut kebodohan karena cenderung mencerminkan irasionalitas dan ketertutupan pikiran. Ada beberapa alasan yang menyebabkan hal ini:
Non-objektivitas
Orang yang mengalami kefanatikan dalam politik sering kali berakhir dengan menolak fakta dan bukti yang tidak sesuai dengan pandangan politiknya. Artinya, kelompok fanatik politik dapat menolak informasi yang faktual dan akurat, yang merupakan tanda kurangnya objektivitas dan irasionalitas.
Pikiran yang tertutup
Mereka biasanya cenderung berpikiran tertutup, yaitu individu tidak mau mendengar atau mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda. Hal ini menghambat proses pembelajaran dan pertukaran ide yang penting dalam konteks politik yang sehat.
Penolakan untuk berkompromi
Orang-orang dengan fanatisme politik seringkali menolak untuk berkompromi atau bekerja sama dengan pihak-pihak yang berbeda pandangan. Hal ini dapat menghambat kemajuan politik dan menciptakan ketegangan yang tidak perlu.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi fanatik politik, seperti percaya pada akun palsu yang beredar di Internet. Kemunculan jejaring sosial di era modern ini bisa dikatakan telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia saat ini, mulai dari budaya belanja, komunikasi, hingga budaya politik, kampanye seperti pemerintahan. Jika dulu berkampanye menggunakan orang sebagai juru bicara, kini politisi bisa menggunakan akun bot. Akun palsu tersebut kerap memuji atau mengkritik tokoh atau partai politik tertentu. Akun-akun ini biasa disebut dengan buzzer politik. Akun buzzer politik juga sering membagikan informasi negatif tentang lawan politiknya. Banyak orang yang mempercayai informasi yang diberikan, padahal informasi tersebut tidak benar. Mereka cenderung percaya karena unggahan tersebut mendapat respon dari akun-akun yang juga menjadi buzzer.
Sayangnya, banyak di antara kita yang melahap informasi dari para petinggi partai tersebut. Pada akhirnya, banyak dari kita yang dituntun untuk percaya. Alhasil, kita terlalu mencintai bahkan sangat membenci beberapa tokoh politik. Sebaiknya kita memilah pesan-pesan yang disampaikan lalu membandingkannya dengan pernyataan lain, baik dari pihak oposisi maupun pengamat politik yang lebih netral.
Kemudian kesalahpahaman terhadap politik dapat membawa seseorang pada fanatisme politik. Sebab politik erat kaitannya dengan kekuasaan dan kepentingan. Tidak ada teman atau musuh abadi dalam politik. Segalanya bisa berubah dengan cepat.
Dalam dunia politik, segala sesuatu mungkin terjadi. Propaganda dan konspirasi merupakan bagian integral dari politik. Jadi ingat, pahami iklim politik agar kita tidak menjadi salah satu yang terkena fanatisme politik.
Meskipun penting untuk diingat bahwa tidak semua orang yang mempunyai pandangan politik yang kuat adalah seorang fanatik, fanatisme politik mengacu pada tingkat ekstrim di mana pemikiran rasional dan objektivitas sering kali dipinggirkan. Inilah sebabnya mengapa ada yang menyebut fanatisme politik sebagai kebodohan karena dapat menimbulkan tindakan dan opini yang tidak masuk akal serta berdampak negatif pada masyarakat dan sistem politik.
Mengatasi fanatisme politik merupakan tugas yang sulit, namun perlu menjaga stabilitas dan keharmonisan masyarakat. Upaya ini memerlukan kerja sama semua pihak dan komitmen jangka panjang untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, toleran, dan demokratis. Di era informasi dan pemahaman yang lebih luas, penting bagi kita semua untuk lebih terbuka terhadap berbagai sudut pandang dan berupaya untuk lebih memahami kompleksitas isu-isu politik. Fanatisme politik tidak hanya merugikan individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
Tertulis Putri dari Aulia RahmMahasiswa ilmu komunikasi
Quoted From Many Source